Minggu, 20 Februari 2011

sejarah sewulan

Tanah Perdikan Sewulan
Situs Perdikan Sewulan adalah cagar budaya peninggalan kerajaan Mataram yang masih tersisa hingga sekarang. Meski sudah berumur hampir tiga abad, arsitektur kuno yang terpajang masih kokoh berdiri. Gapura besar berwarna putih berdiri kokoh. Ornamen kaligrafi menghiasi setiap bagian dari gapura itu. Di bagian paling atas tertulis Masjid Agung Sewulan. Dan di kanan kirinya diberi corak bunga berjajar.
Situs Sewulan sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Madiun. Apalagi, tempat ini merupakan salah satu cagar budaya peninggalan kerajaan Mataram yang tersisa. Pembangunannya pada tahun 1741 oleh Kiai Ageng Basyariyah.

Sejak berdirinya masjid bentuk bangunan masih dipertahankan. Seperti tembok yang tebalnya mencapai satu meter dan kolam tempat wudu yang terletak persis di depan masjid sama sekali belum tersentuh. ”Ini masjid tertua yang berada di Madiun, usianya hampir tiga abad,” tegas pria paro baya itu.
Kolam yang berukuran 4 x 5 meter itu sendiri sekarang jarang digunakan. Maklum masyarakat biasanya lebih memilih berwudu di tempat yang sudah disediakan. Tapi sebagian warga pendatang masih percaya bahwa air dalam kolam itu bisa mempercepat balita untuk bisa berjalan. Biasanya setelah mandi di kolam itu, beberapa bulan selanjutnya bisa berjalan
Banyaknya ukiran kaligrafi disetiap sudut membuat nuansa Islam semakin kental. Apalagi mimbar (tempat untuk kutbah) yang ada sekarang juga merupakan warisan sejak berdirinya masjid tersebut. Meskipun demikian mimbar itu masih terlihat cukup elegan.

Tak hanya itu, masjid Sewulan juga menjadi kenangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ketika masih kecil. Gus Dur merupakan salah satu keturunan kedelapan Kiai Ageng Basyariyah. Jadi di Sewulan inilah, tempat bermain tokoh yang pernah menjadi Presiden RI itu, sebelum akhirnya hijrah ke Jombang. Selain Gus Dur, Menteri Agama Maftuh Basyuni juga tercatat sebagai keturunan Kiai Ageng Basyariyah.

Sewulan sendiri berasal dari kata sewu (seribu) dan wuwul (ukuran luas sama dengan hektar) jadi sewu wuwul adalah 1.000 ha. Dari nama tersebut dapat diartikan bahwa Desa Sewulan adalah tanah hadiah yang luasnya 1000 ha. Oleh Raja yang berkuasa pada waktu itu.

Berdasarkan cerita rakyat sewulan, pendiri Desa Sewulan adalah Bagus Harun, seorang santri dari Tegalsari Ponorogo. Pada masa pemerintah Kasunanan Paku Buwono II di Kartasura, terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap kekuasaan Kompeni Belanda di bawah pimpinan Tai Wan Sui dari Semarang dan dibantu oleh Sri Susuhunan Paku Buwono II. Pada tahu 1741 terjadi peperangan hebat di Kartasura. Susuhunan Paku Buwono II meminta bantuan kepada Kyai Hasan Besari di Tegalsari, tetapi oleh Kyai besari hanya di kirim seorang santrinya bernama Bagus Harun. Bagus Harun dapat memenangkan pertempuran di Kartasura, kemudian Bagus Harun di beri hadiah tanah yang dipilihnya sendiri seluas 1000 wuwul / ha. Maka sejak tahun 1742 Desa Sewulan mendapatkan kemerdekaan penuh dan secara turun temurun dipimpin oleh seorang Kyai keturunan Bagus Harun atau yang terkenal dengan Kyai Ageng Basyariah.

Adapun pemimpin Desa Perdikan Sewulan hingga tahun 1962 adalah: Bagus Harun (Kyai Basyariah), Kyai Mahdum, Kyai Mustaram I, Kyai Mustaram II, Kyai Wiryogulomo dan Kyai Muhamad Ichwan.

Ciri kekaryaan Desa sewulan adalah kerajinan dari besi (pande besi), pendirinya Nitikromo dari Jogjakarta dan Nuryo, barang yang dihasilkan adalah alat-alat pertanian, juga terdapat seorang empu pembuat keris pusaka yang bernama Mohamad Slamet, masih keturunan empu Suro dari Demak.

Pada masa kekuasaan Belanda, Desa Sewulan tetap berstatus Desa perdikan, karena Belanda menghargai pahlawan dari Sewulan, yaitu Pangeran Surodilogo, Beliau adalah panglima perang Diponegoro yang gigih mempertahankan daerah Mancanegara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar