Sabtu, 13 Oktober 2012

tegakkan ahlus sunnah wal jama'ah

Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali dalam kitab beliau Ihya Ulumuddin dan kitab lainnya adalah: 1. Tentang ketuhanan : Meyakini bahwa Allah adalah tuhan yang esa yang berhak disembah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya yang tiada sama dengan makhluk. Zat Allah dapat dilihat dengan mata kepala, dan orang-orang mukmin akan melihat-Nya dalam surga kelak. Segala sesuatu yang terjadi merupakan atas kehendak-Nya namun pada makhluk terdapat ikhtiyari. Menolak faham Tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk. Menolak faham Jabariyah (segala sesuatu atas kehendak Allah tanpa ikhtiayri dari makhluk) Menolak faham Qadariyah (segala sesuatu atas kehendak makhluk tanpa taqdir dari Allah) 2. Tentang malaikat: Malaikat itu ada dan jumlahnya tidak terhingga. Setiap malaikat memiliki tugasnya masing-masing, mereka selalu taat kepada perintah Allah. Ummat islam hanya diwajibkan mengetahui sepuluh nama malaikat yang utama yang mempunyai tugasnya masing-masing. Sehubungan dengan keimanan tentang adanya malaikat, ummat islam juga diwajibkan meyakini adanya jin, iblis dan syaithan. 3. Tentang kerasulan: Meyakini bahwa semua Rasul adalah utusan-Nya yang diberikan mu`jizat kepada mereka sebagi tanda kebenaran mereka. Rasulullah SAW penutup segala Nabi dan Rasul yang diutus kepada bangsa arab dan bangsa lainnya, kepada manusia dan jin. Mencintai seluruh shahabat Rasulullah Meyakini bahwa shahabat yang paling mulia adalah Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq kemudian Sayidina Umar kemudian Saiydina Utsman kemudian Saidina Ali Radhiyallahu ‘anhum. Menghindari membicarakan masalah permusuhan sesama sahabat kecuali untuk menerangkan kebenaran dan bagaimana kaum muslimin menyikapinya. Meyakini Ibunda dan Ayahanda Rasulullah masuk surga berdasarkan firman Allah QS. Al-Isra’ ayat 15 : وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا “dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra` : 15) Kedua orang tua Nabi wafat pada zaman fatharah (kekosongan dari seorang Nabi/Rasul). Berarti keduanya dinyatakan selamat. Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 : الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sebagian Ulama’ menafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya. Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrahim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhnya dan juga pamannya. Jelas sekali Rasulullah menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam At Taubah ayat 28 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis” 4. Tentang kitab: Al quran, Taurat, Injil, Zabur adalah kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya sebagai pedoman bagi ummat. Al Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk dan bukan sifat bagi makhluk. Tentang ayat mutasyabihat, dalam Ahlussunnah ada dua pandangan para ulama: Ulama salaf (ulama yang hidup pada masa sebelum 500 tahun hijryah) lebih memilih tafwidh (menyerahkan kepada Allah) setelah Takwil Ijmali (umum/global) atau dikenal juga dengan istilah tafwidh ma’a tanzih yaitu memalingkan lafahd dari arti dhahirnya setelah itu menyerahkan maksud dari kalimat tasybih itu kepada Allah. Ulama khalaf (Ulama pada masa setelah 500 Hijriyah) lebih memilih ta`wil yaitu menghamal arti kalimat dengan sebalik arti dhahirnya dengan menyatakan dan menentukan arti yang dimaksudkan dari kalimat tersebut. Dalam menentukan langkahnya, Ulama Salaf dan Ulama Khalaf sama-sama berpegang pada surat: Ali Imran ayat: 7 هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ Artinya : “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-quran) kepada kamu, di antara (isi) nya ada ayat-ayat muhkamat (jelas maksudnya) itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (tidak difahami maksudnya). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah (karena mereka tidak menyadari telah terjerumus dalam ayat mutasyabihat) dan untuk mencari-cari penafsirannya,” [a]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7) [b]. >> dan tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi tuhan kami" dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS: Ali Imran. 7) • Ulama Khalaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ di’athafkan kepada lafadh اللَّهُ dan jumlah يَقُولُونَ آَمَنَّا merupakan jumlah musta`nafah (permulaan baru) untuk bayan (menjelaskan) sebab iltimas takwil. Terjemahan [a] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Khalaf. • Ulama Salaf berpendapat bahwa kalimat الرَّاسِخُونَ merupakan isti`naf. Terjemahan [b] merupakan terjemahan berdasarkan pendapat Ulama Salaf. 5. Tentang kiamat: Kiamat pasti terjadi, tiada keraguan sedikit pun. Meyakini adanya azab kubur. Kebangkitan adalah hal yang pasti. Surga adalah satu tempat yang disediakan untuk hamba yang dicintai-Nya. Neraka disediakan untuk orang-orang yang ingkar kepada-Nya. Meyakini adanya hisab (hari perhitungan amalan). Meyakini adanya tempat pemberhentian hamba setelah bangkit dari kubur. Meyakini adanya Syafaat Rasulullah, ulama, syuhada dan orang-orang mukmin lainnya menurut kadar masing-masing. 6. Kewajiban ta`at kepada-Nya terhadap hamba-Nya adalah diketahui melalui lisan Rasul-Nya bukan melalui akal. 7. Tidak mengatakan seseorang ahli tauhid dan beriman telah pasti masuk surga atau neraka kecuali orang-orang yang telah mendapat pengakuan dari Rasulullah bahwa ia masuk surga. 8. Tidak mengada-ngadakan sesuatu dalam agama kecuali atas izin Allah. 9. Tidak menisbahkan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui. 10. Meyakini bahwa shadaqah dan doa kepada orang mati bermanfaat dan Allah memberi manfaat kepada mayat dengan shadaqah dan doa tersebut. 11. Meyakini adanya karamah orang-orang shaleh 12. Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dengan sebab dosa yang mereka lakukan seperti zina, mencuri, minum khamar dll. 13. Masalah sifat dua puluh. Para ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sebenarnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan Allah hanya kepada 20 sifat saja. Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah pasti Allah wajib memiliki sekian sifat tersebut, sehingga sifat-sifat kamalat (kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja.

Minggu, 08 April 2012

berSYUKURlah

Demi terwujudnya keinginan anda, anda harus menjalin hubungan yang harmonis dengan substansi baku, bahan asal yang menjadi sumber penciptaan segala sesuatu.

Hubungan semacam ini sangat penting dan vital bagi anda. Karena itulah saya membicarakannya secara khusus di sini. Saya akan memberi anda sejumlah instruksi yang, jika anda jalankan, akan menyatukan pikiran anda dengan Tuhan.

Keseluruhan proses penyelarasan mental itu bisa diringkas saja dengan satu kata: Bersyukur.

Pertama, anda percaya adanya satu Dzat Cerdas, yang darinya segala sesuatu diciptakan. Kedua, anda percaya bahwa Dzat ini memberi apa saja yang anda inginkan. Ketiga, anda menghubungkan diri dengannya dengan perasaan syukur sepenuh hati.

Banyak orang yang telah menata hidupnya begitu rupa dan tetap miskin karena kurang bersyukur. Mereka memutuskan hubungan dengan cara tidak pernah berterima kasih.

Mudah dipahami bahwa semakin dekat kita dengan sumber kekayaan, semakin banyak kekayaan yang akan kita terima. Mudah juga untuk dimengerti bahwa jiwa yang selalu bersyukur akan menjalani hidup lebih dekat dengan Tuhan ketimbang yang tidak pernah mengucapkan berterima kasih.

Semakin kuat rasa syukur kita kepada Tuhan ketika kita menerima anugerah-Nya, semakin banyak anugerah yang akan kita terima. Dan semakin cepat kedatangannya kepada kita. Singkatnya, sikap mental bersyukur akan mendekatkan pikiran kita pada sumber anugerah.

Jika anda baru memahami bahwa bersyukur akan menjadikan pikiran anda kian selaras dengan energi kreatif semesta, pikirkanlah baik-baik hal ini, dan anda akan membuktikan kebenarannya. Hal-hal baik yang anda miliki datang kepada anda sejalan dengan hukum-hukum tertentu. Rasa syukur akan mengarahkan pikiran anda ke jalan yang mendatangkan hal-hal baik itu. Ia menjaga anda untuk tetap selaras dengan pemikiran kreatif dan menghindarkan anda dari godaan pemikiran kompetitif.

Bersyukur saja sudah membuat anda mendekat ke arah Keberlimpahan, dan mencegah anda jatuh ke pemikiran keliru tentang terbatasnya persediaan. Hal terakhir itu akan membunuh harapan anda.

Ada Hukum Bersyukur (Law of Gratitude, LoG), dan sangat penting bagi anda untuk mencermatinya, jika anda ingin mendapatkan apa yang anda inginkan.

LoG adalah prinsip alami bahwa aksi dan reaksi selalu seimbang, dan bergerak dalam arah berlawanan.

Rasa syukur merentangkan pikiran anda dalam sikap berterima kasih kepada Tuhan. Ia adalah bentuk pembebasan pikiran dan tak pernah gagal mencapai tempat yang dituju. Dan reaksi adalah gerak seketika ke arah anda.

Jika anda berjalan menuju Tuhan, Dia akan berlari menyongsong anda.

Dan jika rasa syukur anda kuat dan ajek, reaksi di dalam substansi baku akan kuat dan terus-menerus. Segala yang anda inginkan juga akan selalu bergerak ke arah anda. Anda tidak akan bisa menggerakkan kekuatan besar tanpa bersyukur, karena rasa syukur itulah yang menjaga keterhubungan anda dengan kekuatan besar itu.

Namun keutamaan bersyukur tidak melulu menjamin lebih banyak berkah di masa mendatang. Tanpa rasa syukur anda tidak akan mampu bertahan sedikit lebih lama dari situasi yang mengecewakan anda.

Saat anda membiarkan pikiran anda berkutat dalam ketidakpuasan akan situasi anda sekarang, anda mulai goyah. Anda memusatkan perhatian pada kemelaratan, hal-hal buruk, dan kekumuhan, dan pikiran anda akan menciptakan semua bentuk itu. Kemudian anda menyampaikan bentuk-bentuk atau gambaran mental tersebut kepada substansi baku. Maka kemelaratan, hal-hal buruk, dan kekumuhan akan datang kepada anda.

Membiarkan pikiran anda berkutat pada hal-hal kacangan sama halnya dengan menjadikan diri kacangan dan mengelilingi diri dengan hal-hal kacangan.

Sebaliknya, anda akan menjadi yang terbaik dengan memusatkan pikiran pada hal-hal terbaik dan mengelilingi diri dengan hal-hal terbaik.

Kekuatan kreatif dalam diri kita mewujudkan gambaran apa pun yang kita pertahankan di dalam benak kita.

Kita adalah zat yang berpikir juga, dan setiap zat berpikir selalu mewujudkan bentuk-bentuk yang ia pikirkan.

Pikiran yang bersyukur selamanya mempertahankan pemikiran terbaik, karena itu ia cenderung menjadi yang terbaik. Ia menciptakan bentuk atau karakter terbaik, dan akan menerima yang terbaik.

Selain itu, keyakinan lahir dari rasa syukur. Pikiran yang bersyukur selalu dipenuhi harapan baik, dan harapan berubah menjadi keyakinan. Singkatnya, rasa syukur menciptakan gelombang pikiran yang meningkatkan keyakinan. Siapa pun yang tidak punya rasa syukur tidak mungkin mempertahankan keyakinan. Dan tanpa keyakinan anda tidak akan menjadi kaya melalui cara kreatif. Kita akan lihat contohnya dalam bab-bab berikut.

Karena itu, penting bagi anda menumbuhkan kebiasaan bersyukur untuk segala kebaikan yang anda terima. Penting bagi anda untuk terus bersyukur.

Dan karena semua hal ikut berperan dalam kemajuan anda, maka anda perlu melibatkan semua itu dalam rasa syukur anda.

Jangan buang waktu untuk memikirkan atau membicarakan kekurangan dan kesalahan para pemegang kekuasaan dan orang-orang kaya. Keberadaan mereka di dunia ini membuka kesempatan bagi anda. Semua yang anda dapatkan saat ini adalah karena mereka.

Jangan mengutuk para politisi korup. Jika tidak ada politisi-politisi itu kita terjerumus ke dalam anarkhi, dan kesempatan anda menjadi kian sempit.

Tuhan sudah bekerja sekian lama dan sangat sabar membawa kita ke tingkatan sekarang ini dalam bidang industri dan pemerintahan, dan ia akan menyempurnakan pekerjaannya. Tak ada keraguan sedikit pun bahwa Ia akan menyingkirkan para penguasa buruk itu, pengusaha besar, kapten-kapten industri, dan para politisi korup pada waktunya. Namun, untuk sekarang, yakini saja bahwa mereka sangat baik. Ingatlah bahwa mereka membantu membangun matarantai transaksi yang mendatangkan kekayaan kepada anda, dan berterima kasihlah kepada mereka semua. Ini akan membuat anda selaras dengan kebaikan dalam segala hal, dan segala yang baik akan datang kepada anda.

Rabu, 14 Maret 2012

tenik mencari cinta sejati ala AS Laksana

JIKA harus membenci orang yang sangat kaucintai, apa yang akan kaulakukan? Pertanyaan itu datang Senin pagi ketika Seto baru bangun tidur. Masih samar benda-benda, masih remang pikirannya, dan tampang dungu adiknya sudah bercokol di depan mata. Seto tahu bahwa adiknya akan tampak seperti itu kapan saja, dan mungkin selamanya. Ibunya salah dalam hal ini. Pada umur dua tahun, adiknya memungut konde palsu ibunya yang, entah bagaimana, jatuh ke lantai dan memasukkannya ke mulut. Lalu ia jalan sempoyongan ke teras rumah sambil menggigit konde. “Papa, lihat dia!” kata ibunya. “Dia makan konde. Lucu sekali.”

Seto enam belas tahun saat kejadian itu. Menurutnya makan konde, meski itu dilakukan oleh anak dua tahun, bukanlah tindakan lucu. Itu dungu. Selamanya dungu. Dan anak itu bahkan tak pernah memanggil Seto dengan sebutan kak atau mas.

Sekarang si kerbau, yang kini 19 tahun, duduk di tepi tempat tidurnya, dekat kaki. Anak itu terlihat lebih dungu dari biasanya dan situasi di rumah agak mencemaskan. Ayah dan ibunya sedang pulang kampung sampai minggu depan untuk mengurus tanah warisan. Artinya, dalam seminggu si kerbau akan sepenuhnya menjadi urusan Seto.

Kalau saja adiknya sedikit berakal, Seto merasa akan gampang menjawab pertanyaan yang diajukannya pagi itu. Ia akan bilang, “Pindah agama saja.”

Itu bukan jawaban main-main. Seto pernah berpindah agama tiga kali sejak berhenti kuliah: semua agama baik, kautahu. Dengan berpindah agama, kau sekadar berpindah dari satu kebaikan ke kebaikan lain. Lagipula semua agama bisa dijalankan begitu-begitu saja. Ia tidak pernah ke masjid ketika Islam, tidak pernah ke gereja ketika Kristen, tidak pernah bertapa ketika menganut kepercayaan.

Memang akan ada sedikit persoalan jika kau bolak-balik pindah agama. Tapi itu bisa diatasi dengan siasat. Di kartu tanda penduduk Seto selalu mencantumkan agama yang sama, seolah-olah ia memeluk agama itu secara kukuh. Itu demi kemudahan administrasi, karena Seto tidak mengurus sendiri pembuatan KTP-nya. Ia membayar orang kelurahan dan tinggal tunggu beres dalam dua tiga minggu dan ia tidak ingin ada pembicaraan panjang dengan orang itu soal agama.

Setengah tahun terakhir, karena ilham dari sebuah novel, dan karena semua agama adalah baik, Seto memeluk tiga agama sekaligus—Islam, Kristen, Yahudi—dan ia merasa lebih tenteram. Ketika para pemeluk Islam dan Kristen saling bunuh di beberapa tempat, kedua agama itu tetap damai di dalam dirinya. Ia tidak harus membela yang satu dan mengalahkan yang lain. Ia juga tidak perlu mengutuk Yahudi. Justru dengan memeluk Yahudi, Seto bisa menikmati dirinya sebagai bagian dari suatu kaum yang meyakini diri sebagai pilihan Tuhan, yang hidup menyebar di mana-mana sembari terus-menerus merindukan tanah yang dijanjikan.

Kautahu, dengan memeluk tiga agama sekaligus (dan sekarang ia juga sedang menekuni Budha dan Hindu), Seto merasa Tuhan sangat mengasihinya. Memang ia tak bisa mencantumkan ketiganya secara bersamaan dalam KTP, tetapi Tuhan maha mengetahui. Dia tahu apa yang ada dalam hati dan Dia pasti paham juga urusan administrasi kelurahan.

Dan sesungguhnya urusan dengan Tuhan tak pernah terlalu rumit. Beda ketika kau berurusan dengan si kerbau. Ia berkebalikan dari Tuhan. Si kerbau maha tidak tahu dan ia pemburu yang pantang menyerah. Dan itulah ujian yang nyata bagi Seto. Maksudku, anak itu terlalu dungu untuk diladeni, tetapi ia akan terus mengejarmu sampai mendapatkan jawaban.

SETO membalikkan tubuh membelakangi adiknya. Ia kembali memejamkan mata dan tertidur lagi tak lama kemudian. Ketika bangun untuk kali kedua, dilihatnya si kerbau masih duduk seperti semula, seperti batu tua, seperti kutukan dari masa prasejarah. Ia katupkan lagi kelopak matanya yang tiga hari belakangan memang terasa layu dan berat. Seto yakin tensinya sedang merosot saat itu. Sehari sebelumnya ia seperti hidup tanpa tulang. Pada Sabtu pagi, ketika ia kencing, ia merasa lantai kamar mandinya goyah dan debur jantungnya meracau dan kepalanya seperti kesemutan.

Situasi begini tak bisa kauanggap remeh. Kautahu, sering ada kabar orang terjengkang di kamar mandi dan harus dirawat di rumah sakit karena kepalanya bocor menghantam sudut bak mandi atau bibir kloset. Pasti karena tensi yang rendah. Sudah beberapa kali Seto mengalami keadaan seperti itu. Namun ia selalu baik-baik saja. Ia tahu cara kencing yang aman di saat tekanan darahnya sedang rendah.

Mula-mula ia akan melakukan hal yang biasa dilakukan oleh lelaki dewasa, yakni menyemburkan air kencingnya ke dinding bak mandi. Jika ia merasa limbung, segera ia akan menyandarkan tubuh pada dinding kamar mandi sampai debur jantungnya kembali beres dan rasa kesemutan di kepalanya hilang. Selesai kencing ia kandangkan kembali burungnya. Biasanya ada satu tetesan sisa yang masih keluar setelah burung itu masuk kandang. Selalu begitu. Selalu ada tetes kencing terakhir yang keluar saat burung itu sudah dikandangkan.

“Jadi apa yang akan kaulakukan?” tanya adiknya sekali lagi.

Seto menggeliat dan bangkit dengan gerak malas dan kemudian melangkah keluar dari kamarnya. Di pintu kamar, tanpa berhenti dan tanpa menoleh, akhirnya ia menjawab juga sambil lalu, “Pindah agama.” Dan begitulah ia masuk perangkap.

Si kerbau tercenung beberapa waktu. Mungkin ia memang selalu tampak tercenung. Kemudian ia mengikuti langkah Seto menuju kamar mandi, menunggui kakaknya di depan pintu. “Kau sungguh-sungguh?” tanyanya saat Seto membuka pintu kamar mandi sehabis kencing.

Dari arah jalanan, suara penjual sapu terdengar panjang dan sedih menawarkan dagangannya. Seto tidak menjawab. Ia sudah memutuskan tidak akan meladeni adiknya lebih panjang. Tetapi, seperti pertanyaan pertama, pertanyaan susulan itu rupanya sangat serius. Melalui telepon siang harinya, ketika Seto sedang di kantor menyiapkan draf makalah untuk disampaikan di depan guru-guru bimbingan dan penyuluhan, si kerbau mengejarnya dengan pertanyaan yang kini lebih panjang, “Jadi kau sungguh-sungguh akan pindah agama jika kau harus membenci orang yang sangat kaucintai?”

Demi Tuhan yang mahatahu akan isi hati dan urusan administrasi, itu bukan pertanyaan. Itu keruwetan.

Membenci orang yang sangat dicintai adalah keruwetan. Lebih parah lagi, itu abnormal. Sudah beberapa waktu Seto menyadari bahwa hidup membutuhkan kewarasan dan aturan yang jelas. Jika seseorang sepatutnya dibenci, bencilah ia sebaik-baiknya. Jika seseorang sepatutnya dicintai, cintailah ia sebaik-baiknya. Ini sama dengan hal-hal umun yang lain: jika kau lapar, makanlah. Orang tidak harus berlari maraton pada saat ia lapar. Ibumu tak akan menyuruhmu minum saat kau mengantuk.

Mungkin para pertapa akan menyarankan, ”Cintailah musuh-musuhmu!” tetapi kurasa mereka tak akan menyalahkanmu seandainya kau tidak sanggup mencintai orang yang sangat kaubenci, atau membenci orang yang sangat kaucintai.

Jauh sebelum si kerbau mengajukan pertanyaan pagi itu, Seto bahkan sudah pernah menulis makalah untuk sebuah diskusi tentang hidup waras dan alasan-alasan pendukungnya. Ringkasan presentasinya begini: Sekarang bayangkan seseorang menanyaimu, “Kenapa kau menyayangi orang itu?” dan kau menjawab, “Karena aku membencinya.” Oh, kau pasti dianggap tidak genap karena jawaban itu. Sebaliknya, kenapa kau membenci orang itu? Kaujawab, “Karena aku menyayanginya.” Ini juga jawaban yang membuatmu perlu dibawa ke Puskesmas.

Bagi Seto, pertanyaan si kerbau sebetulnya memberi kesempatan untuk mengulang diskusi beberapa tahun lalu. Sayangnya si kerbau tidak memadai untuk sebuah diskusi dan anak itu memiliki prinsipnya sendiri, yakni menagih jawaban. Ia kembali muncul pada malam hari ketika Seto sedang mulai membaca Quantum Teaching. Dan itu membuat Seto gagal membaca dan tak bisa tidur hingga setengah empat dinihari.

Besoknya hampir saja ia terjengkang di kamar mandi.

Itu terjadi hari Selasa tetapi seperti hari Senin. Si kerbau masih berdiri di muka pintu kamar mandi dan mengajukan pertanyaan, “Jadi kau sungguh-sungguh?”

“Kenapa kau ruwet sekali?” bentak Seto.

“Karena aku sangat menyayanginya,” kata adiknya.

“Dan kau membencinya karena kau sangat menyayanginya?”

“Jadi menurutmu aku harus pindah agama?”

“Mestinya kau ikut pulang kampung saja.”

Si kerbau diam. Seto melenggang ke rak jemuran, mengambil handuk, menyampirkannya ke pundak, dan masuk lagi ke kamar mandi. Si kerbau tetap berdiri di depan pintu kamar mandi, lalu melanjutkan pembicaraan, atau tepatnya bermonolog karena Seto hanya mandi selama adiknya bicara.

“Kautahu, Seto, dia memang beragama lain,” kata si kerbau. “Dan sekarang aku betul-betul membencinya karena dia beragama lain. Dan apakah kau sungguh-sungguh? Aku harus pindah agama? Oh, itu tidak mungkin.... Aku akan semakin membencinya jika rasa sayangku padanya membuatku sampai harus bertukar keyakinan. Dan pasti ayah dan ibu akan sangat terpukul jika aku pindah agama. Lagi pula menurut mereka, orang yang sangat kusayangi itu bukanlah lelaki yang baik. Ia sudah punya istri....”

Jeda beberapa saat. Seto selesai mandi.

“Jadi apa sebetulnya maumu?” tanya Seto.

“Aku sangat menyayanginya,” kata adiknya.

Lihatlah, ia balik ke kalimat semula. Seekor kerbau memang akan berkubang di situ-situ juga. Ada setengah keyakinan pada Seto bahwa otak adiknya tertinggal di rahim ibu pada hari ia dilahirkan dan kemudian ikut ditanam di pekarangan depan rumah bersama ari-ari, diterangi nyala lampu minyak setiap malam. Karena itulah ia tumbuh menjadi hewan. Benar-benar hewan dalam pengertian yang agak harfiah. Jelasnya begini, jika kau membenarkan definisi bahwa manusia adalah hewan berpikir, maka ia benar-benar hewan ketika tidak sanggup berpikir.

“Jadi kau benar-benar akan pindah agama jika kau menjadi aku?”

“Untuk apa aku berandai-andai menjadi kamu?”

“Maksudku, jika kau menjadi aku....”

“Ya, ampun! Kenapa aku harus berandai-andai menjadi dungu?”

“Kau kakakku, kan? Aku hanya ingin tahu apa yang akan kaulakukan seandainya kau menjadi aku.”

Seto agak terpukul.

Si kerbau melanjutkan, “Sebenarnya aku sendiri sudah tahu apa yang harus kulakukan. Tapi kau kakakku, aku ingin tahu pendapatmu. Ayah bilang ia orang yang tidak baik. Apakah aku keliru mencintai orang yang tidak baik?”

“Lakukan saja yang harus kaulakukan,” kata Seto, sedikit melunak.

“Sebenarnya aku rela menjadi istri kedua,” kata adiknya, “tetapi agamanya tidak membolehkan ia beristri dua.”

Kurasa di sinilah letak persoalannya. Seto kembali mengeras. Baru saja si kerbau membuatnya bungkam dan agak terharu ketika mengatakan, “Kau kakakku, kan?” Tetapi sebentar kemudian anak itu sudah mengeluarkan pernyataan yang terdengar bebal.

“Oh, adikku yang maha cerdas,” kata Seto. “Kau tak pantas bilang begitu. Yang harus rela mestinya istri bajingan itu.”

“Kau kakakku, kenapa selalu menyalahkan aku?”

Kali ini Seto tahu tak ada gunanya meluruskan orang yang tidak paham salah-benar. Ia bahkan menyesali jawaban pindah agama yang kemarin ia sampaikan sambil lalu. Sekarang si kerbau terus mencecar apakah ia perlu pindah agama.

Kalau saja ia tidak bebal....

MESTINYA urusan itu bisa menjadi diskusi yang menarik. Seto bisa menjelaskan dengan amat jernih mengenai pindah agama dan alasan-alasan pendukungnya. Ia akan memberikan alasan yang valid dan realistis, di luar kenyataan bahwa semua agama baik, dengan contoh kasus dirinya sendiri. Memang harus diakui bahwa keputusan Seto untuk berpindah-pindah agama mulanya didasari oleh peristiwa yang sangat remeh. Itu gejala yang lazim dalam munculnya berbagai bentuk pencerahan. Kautahu, Newton terilhami oleh apel yang jatuh dari pohon dan Archimedes oleh air yang meluap di bak mandinya.

Dalam pengalaman Seto, peristiwa remeh itu adalah rasa cintanya pada gadis penjual tiket di gedung bioskop Cilandak. Sejak itu secara sungguh-sungguh ia melatih diri di depan cermin, beberapa kali sehari, untuk menyampaikan kalimat-kalimat. Namun, Seto merasa makin hari situasinya makin sulit. Setiap kali berada di depan loket (Seto memilih film-film yang tidak diminati penonton sehingga loket itu sepi antrian), ia merasa kalimat-kalimatnya selalu tidak tepat. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa gadis itu bukan ditakdirkan untuknya.

Lalu, demi mempertegas takdir itu, ia memutuskan berpindah agama sehingga kini agama mereka berbeda. Dan, ajaib, keputusan ini justru membuatnya lebih santai dan lebih fasih ketika suatu malam ia berdiri di depan loket pada jam pertunjukan terakhir.

“Hai,” katanya.

“Selamat malam,” jawab gadis itu dalam nada resmi dan profesional. Lalu ia menunjukkan denah tempat duduk dan Seto memilih sembarang tempat duduk. Ketika para penonton lain sudah memasuki gedung pertunjukan, Seto kembali ke loket.

“Sebenarnya ada yang mau saya sampaikan,” katanya.

“Silakan,” kata gadis itu.

“Boleh saya berterus terang?”

“Silakan.”

“Anda cantik sekali. Sayang agama kita berbeda. Jika kita seiman, saya pasti sudah melamar anda dari dulu-dulu.”

Urusan beres malam itu. Si gadis tersenyum, tidak menerima, tidak menolak. Hanya tersenyum, resmi dan profesional.

Pada kesempatan-kesempatan berikutnya, Seto melakukan hal serupa dengan gadis lain yang menurut ia sama cantiknya dengan gadis penjual tiket itu. Tiga kali Seto berpindah agama karena perempuan: untuk membuktikan bahwa cintanya ditolak karena mereka berbeda agama, dan bukan oleh sebab-sebab lain. Kurang tampan, misalnya.

Jika kau ingin menirukan caranya, lakukanlah. Teknik Seto akan membuatmu terhindar dari penderitaan akibat penolakan. Maksudku, jika seorang gadis menolakmu padahal agama kalian sama, itu bisa seperti kiamat bagimu. Kenapa seorang gadis menolakmu padahal kalian seagama? Ia akan bilang kau bukan tipenya. Atau, “Kita temenan saja, deh?” Atau, “Aku belum kepikiran untuk serius.” Atau, “Maaf, ya, aku masih ingin sendiri.” Apa pun jawabannya, yakinlah itu sinonim belaka dari fakta bahwa kau tidak menarik baginya.

Maka tirulah Seto agar kepalamu bisa tetap tegak dan gadis itu tak perlu berbelit-belit. Di luar itu, jika ia benar-benar mencintaimu, ia akan mengorbankan dirinya dengan berpindah agama mengikuti agamamu dan kalian akan menjadi pasangan yang berbahagia selama-lamanya, dengan agama baru.

“Jadi orang bisa menyelesaikan masalah dengan cara pindah agama?” tanya adiknya.

“Kau bahkan tidak perlu beragama,” kata Seto. Dalam hati ia melanjutkan, “Apa gunanya agama bagi seekor kerbau?”

Sasi, si kerbau, tersenyum. Usianya 19 menurut Seto, tetapi 22 menurut akte kelahiran. Seharusnya ia berangkat ke Austria bulan lalu, bersama tiga kawannya, untuk menempuh tahun terakhir kuliahnya. Itu program kerjasama antara kampusnya dengan kampus di sana. Tetapi ia membatalkannya. Situasi kakaknya terus memburuk sejak kedua orang tua mereka meninggal tiga tahun lalu. Mereka mengalami kecelakaan di Tegal dalam perjalanan ke Semarang. Sasi tak pernah sampai hati meninggalkan kakaknya sendirian—beberapa kali Seto pingsan di kamar mandi. Karena itulah setiap kali kakaknya ke kamar mandi ia selalu menungguinya di depan pintu.

Kau bisa mengatakan bahwa Sasi kini menjalani hidup serupa perawan suci, dengan satu-satunya anak lelaki yang usianya 14 tahun lebih tua darinya. Bedanya, Seto bukan juru selamat.***

Jumat, 30 September 2011

jongko joyoboyo

PETIKAN SERAT JANGKA JAYABAYA

Mbesuk jen wis ana kreta mlaku tanpa turangga
Tanah Djawa kalungan wesi,
Prahu mlaku ing a duwur awang2.
Kali pada ilang kedunge, iku tanda yen jaman Jayabaya wis cedak

Terjemahan :
Besok jika ada kereta berjalan tanpa kuda ( tafsir= Mobil, kereta api)
Tanah Jawa berkalung besi ( tafsir= Rel Kereta api)
Perahu terbang diatas angkasa ( tafsir= pesawat terbang , pswt luar angkasa)
Sungai pada hilang danaunya / sumbernya (tafsir = sungai buatan)
Itulah pertanda jaman Jayabaya sudah dekat


Akeh janji ora ditepati.
Akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe,
Manungso pada seneng nyalah, tan ngendah-ake hukum Allah,

Terjemahan :
Banyak janji tidak ditepati
Banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
Manusia senang berbuat salah, tidak mengindahkan hukum Tuhan.


Akeh pangkat sing jahat lan jajil,
Hukuman ratu ora adil,

Terjemahan :
Banyak orang berpangkat yang jahat dan jahiliyah
Hukuman penguasa tidak adil, .


Wong sing apik kepencil,
Makarya apik luwih becik ngapusi,
Wong agung kesinggung wong ala kepuja-puja,

Terjemahan :
Orang berbuat baik terkucilkan
Berbuat baik malah merasa malu, lebih baik berbohong
Orang Besar tersinggung, orang jahat dipuja-puja/ dihormati


Wong wadon ilang wanitane ilang wirange,
Wong lanang ilang lanange,priya ilang prawirane,

Terjemahan :
Wanita hilang kewanitaanya, hilang malunya
Laki-laki hilang kelaki-lakianya, hilang keberaniannya
( Dalam arti harafiah = banci, homo, maupun perlambang laki2 tidak jantan, pengecut)


Akeh udan salah mangsa,
Akeh perawan tua,
Akeh randameteng,
Akeh bayi takon bapa
Agama akeh kang nantang, kamanungsan ilang,

Terjemahan :
Banyak Hujan tidak tepat /sesuai musimnya
Banyak perawan tua (banyak perawan tua, juga banyak wanita yang
kawin diusia tua)
Banyak janda hamil (hamil tanpa suami)
Banyak bayi bertanya siapa bapaknya (hamil diluar nikah)
Agama banyak ditentang, Rasa kemanusiaan makin hilang


Olah suci pada dibenci, olah ala pada dipuja,
Wanadya pada wani ngendi-ngendi,

Terjemahan :
Olah Kebaikan dibenci, Olah kejelekan di puja
Wanita pada berani dimana-mana (maksudnya sama pria)


Sing Weruh ketuduh, sing ora ya ketuduh
Terjemahan :
Yang tahu (bener atau salah) tertuduh , yang tidak tahu juga (cari kambing hitam)

Mbesuk yen ana prang saka wetan, kulon, lor lan wong cilik sengsara lan mbendul,
Wong jahat mlarat brekat,

Terjemahan :
Besok jika ada perang di Timur , Barat, Utara,Selatan, (=berbagai belahan dunia/negara) rakyat kecil semakin sengsara dan menderita
Orang Jahat miskin Berkat


Sing Curang makin garang ,sing jujur kojur, wong dagang keplanggang,
Terjemahan :
Yang curang berani, yang jujur hancur, orang berdagang kepalsuan.

Judi pada dadi,
Akeh barang haram, akeh anak haram, prawan cilik nyidam,
Wanita nglanggar priya, isih bayi pada bayi,

Terjemahan :
Judi semakin menjadi ,
Banyak anak haram, banyak gadis kecil yang hamil
Wanita berani sama laki-lakinya, Masih kecil (anak2) sudah punya anak

Rabu, 13 April 2011

pesan untuk para istri


Banjure pangandika kiyai Kalamwadi kaya ing ngisor iki. Tanganmu
kiwa iku wis anggawa têgês dhewe, lan wis dadi piwulang kang bêcik
lan nyata, kang anuduhake yen ragamu iku wujude kiwa, mung hawa
kang katon. Têmbung ki: iku têgêse iki, wa: têgêse wêwadhah, ragamu
iku di’ibaratake prau, prau dadi ‘ibarate wong wadon, wong têgêse
ngêlowong, wadon têgêse mung dadi wadhah, dene isine mung têlung
prakara, iya iku: “kar-ri-cis”. Yen prau wis isi têlung prakara iku,
wong wadon wis kêcukup butuhe, dadi ora goreh atine. Dene têgêse
kar-ri-cis iku mangkene.
1. Kar, têgêse dakar, iya iku yen wong lanang wis bisa nêtêpi
lanange, mêsthi wong wadon atine marêm, wusanane dadi nêmu
slamêt ênggone jêjêdhowan.
2. Ri, têgêse pari, iya iku kang minangka pangane wong wadon, yen
wong lanang wis bisa nyukupi pangane, mêsthi wong wadon bisa
têntrêm ora goreh.
3. Cis, têgêse picis, utawa dhuwit, ya iku yen wong lanang wis bisa
aweh dhuwit kang nyukupi, mêsthi wong wadon bisa têntrêm,
tak baleni maneh, cis têgêse bisa goreh atine.
Kosok baline yen wong lanang ora bisa aweh momotan têlung
prakara mau, wong wadon bisa goreh atine.
Tangan têngên têgêse etungên panggawemu, sabên dina sudiya,
sanggup dadi kongkonan, wong wadon wis dadi wajibe ngrewangi kang
lanang anggone golek sandhang pangan.
Bau têgêse kanthi, gênahe wong wadon iku dadi kanthine wong
lanang, tumrap nindakake samubarang kang prêlu.
Sikut têgêse singkurên sakehing panggawe kang luput.
Ugêl-ugêl têgêse sanadyan tukar padu, nanging yen isih padha
trêsnane iya ora bisa pêdhot.
Epek-epek têgêse ngêpek-ngêpek jênênge kang lanang, awit wong
wadon iku yen wis laki, jênênge banjur melu jênênge kang lanang. Iya
iku kang diarani warangka manjing curiga, warangkane wanita,
curigane jênênge wong lanang.
Rajah (ing epek-epek) têgêse wong wadon iku panganggêpe marang
guru-lakine dikaya dene panganggêpe marang raja.
Driji têgêse drêjêg utawa pagêr, iya iku idêrana jiwamu nganggo
pagêr kautaman, wanita iku kudu andarbeni ambêk kang utama, dene
driji kabeh mau ana têgêse dhewe-dhewe.
Jêmpol têgêse êmpol, yen wanita dikarsakake dening priyane, iku
kang gampang gêtas rênyah kaya dene êmpoling klapa.
Driji panuduh têgêse wanita nglakonana apa sapituduhe kang priya.
Driji panunggul, têgêse wanita wajib ngunggulake marang priyane,
supaya nyupangati bêcik.
Driji manis, têgêse wanita kudu duwe pasêmon utawa polatan kang
manis, wicarane kudu kang manis lan prasaja.
Jênthik, têgêse wong wadon iku panguwasane mung sapara limane
wong lanang, mula kudu sêtya tuhu marang priyane.
Kuku têgêse ênggone rumêksa marang wadi, paribasane aja nganti
kêndho tapihe.
Mungguh pikikuhe wong jêjodhowan iku, wanita kudu sêtya marang
lakine sarta nglakoni patang prakara, iya iku: pawon, paturon,
pangrêksa, apa dene kudu nyingkiri padudon.
Wong jêjodhowan yen wis nêtêpi kaya piwulang iki, mêsthi bisa
slamêt sarta akeh têntrême.
Kiyai Kalamwadi banjur paring pangandika maneh, dene kang
dipangandikakake bab pikukuhe wong jêjodhowan. Saka pangandikane
kiyai Kalamwadi, wong jêjodhowan iku pikukuhe kudu duwe ati eling,
aja nganti tumindak kang ora bênêr. Mungguh pikukuhe wong laki-rabi
iku, dudu dunya lan dudu rupa, pikukuhe mung ati eling. Wong
jêjodhowan, yen gampang luwih gampang, nanging yen angel, angele
ngluwihi. Wong jêjodhowan itu luput pisan kêna pisan, yen wis luput,
ora kêna tinambak ing rajabrana lan rupa. Wanita kudu tansah eling
yen winêngku ing priya, yen nganti ora eling, lupute banjur ngambra-
ambra, amargi yen wanita nganti cidra, iku ugi ngilangake Pangerane
wong jêjodhowan, dene kang diarani cidra iku ora mung jina bae,
nanging samubarang kang ora prasaja iya diarani cidra, mula wanita
kudu prasaja lair batine, amarga yen ora mangkono bakal nandhang
dosa rong prakara, kang sapisan dosa marang kang lanang, kapindhone
dosa marang Gusti Allah, kang mangkono iku mêsthi ora bisa nêmu
lêlakon kang kapenak.
Mula ati, kudu tansah eling, amarga tumindaking badan mung manut
karêping ati, awit ati iku dadi ratuning badan. Wong jêjodhowan
di’ibaratake prau kang gêdhe, lakuning prau manut satang lan
kêmudhine, sanadyan satange bênêr, yen kêmudhine salah, prau ora
bêcik lakune. Wong lanang iku lakuning satang, dene kang wadon
ngêmudheni, sanadyan bêcik ênggone ngêmudheni, nanging yen kang
nyatang ora bênêr, lakune prau iya ora bisa jêjêg, sarta bisa têkan
kang disêdya, amarga kang padha nglakokake padha karêpe, dadi
têgêse, wong jêjodhowan, kudu padha karêpe, mula kudu rukun, rukun
iku gawe karaharjan sarta mahanani katêntrêman, ora ngêmungake
wong jêjodhowan kang rukun bae, kang oleh katêntrêmaning ati,
sanadyan tangga têparone iya melu têntrêm, mula wong rukun iku
bêcik bangêt.
Kowe tak-pituturi, mungguh dalane kamulyan iku ana patang
prakara:
(1) Mulya saka jênêng.
(2) Mulya saka bandha.
(3) Mulya saka sugih ‘ilmu.
(4) Mulya saka kawignyan.
Kang diarani mulya saka jênêng, iku wong kang utama, bisa oleh
kabêgjan kang gêdhe, nanging kabêgjane mau ora mung kanggo awake
dhewe, kapenake uga kanggo wong akeh liyane. Dene kang mulya saka
ing bandha, lan mulya saka ênggone sugih ‘ilmu, lan mulya saka
kapintêran, iku ana ngêndi bae, iya akeh rêgane.
Mungguh dalane kasangsaran uga ana patang prakara:
(1) Rusaking ati, manusa iku yen pikire rusak, ragane mêsthi iya
melu rusak.
(2) Rusaking raga, iya iku wong lara.
(3) Rusaking jênêng, iya iku wong mlarat.
(4) Rusaking budi, iya iku wong bodho, cupêt budine, wong
bodho lumrahe gampang nêpsune.
Kang diarani tampa kanugrahing Gusti Allah, iya iku wong kang
sêgêr kawarasan sarta kacukupan, apa dene têntrêm atine.
Wong urip kang kêpengin bisaa dadi wong utama, duweya jênêng
kang bêcik, kanggo têtuladhan marang wong kang padha ditinggal ing
têmbene”.